Selasa, 20 Oktober 2009

asal mula kota solo

Asal Muasal Kota Solo

Gambaran Umum Kota Solo
Surakarta (juga disebut Solo atau Sala) adalah nama sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh terbesar setelah Yogyakarta. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Kota Surakarta memiliki semboyan BERSERI yang merupakan akronim dari Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah. Selain itu Solo juga memiliki slogan pariwisata “Solo The Spirit of Java”. Kota Solo terletak sekitar 65 km Timur Laut Yogyakarta dan 100 km Tenggara Semarang. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah Utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah Timur, Kabupaten Sukoharjo di sebelah Selatan, dan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah Barat.

Asal Muasal Kota Solo
Ketika zaman kerajaan Pajang berjaya, terjadilah peristiwa yang cukup menggemparkan. Salah seorang putra Tumenggung Mayang, Abdi Dalem kerajaan Pajang, bernama Raden Pabelan, dibunuh di dalam istana. Ia ketahuan telah bermain asmara dengan Puteri Sekar Kedaton atau Ratu Hemas, putri Sultan Hadiwijaya, raja Pajang.
Selanjutnya mayat Raden Pabelan dihanyutkan atau dilarung di Sungai Lawiyan (Sungai Braja). Selama beberapa hari, mayat tersebut hanyut di sungai. Akhirnya mayat Raden Pabelan terdampar di pinggir sungai dekat Desa Sala.
Pagi hari itu, Kyai Gede Sala (Bekel daerah Sala) hendak pergi ke sungai. Sesampainya di sungai ia terkejut saat melihat mayat yang tersangkut di ranting-ranting di tepi sungai. Ia segera menghampiri mayat tersebut untuk melihat kondisinya.
”Mayat siapa ini? Apakah warga desaku? Coba aku teliti,” batin Kyai Gede Sala. Setelah mengamati mayat tersebut dengan saksama ia dapat menyimpulkan bahwa mayat tersebut bukanlah seorang penduduk desanya.
”Hemm.. ini bukan mayat penduduk desaku. Sebaiknya aku hanyutkan kembali mayat ini agar dapat ditemukan oleh sanak saudaranya,” gumam Kyai Gede Sala. Karena merasa bahwa mayat itu bukan penduduk Desa Sala, kemudian mayat itu didorong ke tengah sungai agar hanyut. Memang benar, mayat itu hanyut dibawa arus air sungai Braja.



Pagi berikutnya, Kyai Gede Sala pergi ke Sungai Braja lagi. Akan tetapi terkejutlah ia saat menemukan mayat yang ia hanyutkan kemarin sudah di tempat semula.
”Lho...bukankan ini mayat yang aku temukan kemarin? Mengapa sudah ada di sini lagi? Coba mayat ini aku hanyutkan lagi ke Sungai Braja.”
Sekali lagi mayat itu dihanyutkan ke sungai. Namun anehnya, pagi berikutnya peristiwa sebelumnya berulang lagi. Mayat itu kembali ke tempat semula, sehingga Kyai Gede Sala menjadi sangat heran.
”Duh Gusti Yang Maha Kuasa, ada apa gerangan ini? Kenapa mayat yang telah aku hanyutkan selama tiga kali berturut-turut selalu saja kembali ke sini. Apa yang harus aku lakukan?”kata Kyai Gede Sala.
Akhirnya ia meminta petunjuk pada Tuhan Yang Maha Kuasa atas peristiwa itu. Setelah tiga hari tiga malam ia bertapa di padepokannya. Setelah tiga hari bertapa, akhirnya Kyai Gede Sala mendapat ilham atau petunjuk. Petunjuk tersebut berupa mimpi yang muncul saat ia bertapa. Di dalam mimpinya seakan-akan ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda tampan dan gagah yang meminta pertolongannya.
”Wahai Kyai Gede Sala, tolonglah hamba,” kata pemuda tampan itu.
”Siapakah kamu hai anaka muda?”
”Hamba adalah mayat yang setiap pagi Kyai temukan di pinggir sungai. Hamba ingin minta tolong pada Kyai. Sudilah kiranya Kyai membantu hamba untuk menyempurnakan jasad hamba,” lanjut pemuda itu.
”Apa yang bisa aku bantu hai anak muda? Dan mengapa mayatmu selalu saja kembali ke tempat aku menghanyutkanmu” tanya Kyai Gede Sala.
”Mayat hamba selalu saja kembali ke tempat Kyai karena hamba ingin agar mayat hamba dikuburkan di situ,” ujar pemuda itu.
”Lalu siapakah sebenarnya kamu?”
Akan tetapi pemuda itu telah menghilang dari mimpi Kyai Gede Sala sebelum memberitahukan jati dirinya.
”Hai anak muda kembalilah......” seru Kyai Gede Sala.
Seketika itu juga Kyai Gede Sala terbangun dari mimpinya. Ia memutuskan bahwa mimpi itu mengandung pesan dan harus ia laksanakan. Kyai Gede Sala segera mengakhiri pertapaannya. Ia menunggu esok hari untuk memakamkan mayat tersebut.
Pagi-pagi sekali, Kyai Gede Sala segera menuju ke sungai. Ia kembali menemukan mayat yang telah dihanyutkannya di tempat yang sama. Segera ia gotong mayat itu. Tanpa merasa jijik ia memandikan dan mengafani mayat tersebut. Setelah itu ia menggali tanah di dekat Desa Sala dan menguburkan mayat tersebut.
Pada saat akan memberikan nama pada batu nisan, ia merasa bingung. Ia tidak mengetahui identitas sebenarnya mayat tersebut.
Ia berguman ”Siapa sebenarnya dirimu hai pemilik raga yang terpendam di tanah Sala ini? Karena aku tidak mengetahui namamu, maka kamu kunamakan Kyai Bathang (dalam bahasa Jawa, bathang berarti mayat). Sedangkan tempat bersemayammu kuberikan nama Bathangan.”
Sejak adanya makam Kyai Bathang itu, kehidupan rakyat di Desa Sala semakin kecukupan, tenang, dan tenteram. Sampai saat ini, makam Kyai Bathang dapat kita jumpai di kawasan Beteng Plaza, Kelurahan Kedung Lumbu.
Amanat Cerita
Setelah membaca cerita tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa kita harus saling tolong-menolong dengan sesama. Tolong-menolong yang dilakukan berdasarkan rasa tulus ikhlas akan mendatangkan kebaikan bagi diri kita dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar